ABSTRAK
[ Djarot Pribadi ]
Perusahaan dalam menjalankan usaha memasarkan produknya sampai ke tangan konsumen tidak jarang melibatkan pihak-pihak, misalnya ditributor, agen dan pengecer serta gudang dan pengelola barang. Kerjasama tersebut diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan pihak distributor, agen atau pengelola barang.
Perjanjian yang dimaksud yaitu perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat B.W.), tentang Perikatan. Buku III B.W., tersebut menganut asas terbuka atau kebebasan berkontrak, maksudnya memberikan kebebasan kepada pihak-pihak yang membuat perjanjian asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan.
Berdasarkan pasal 1313 B.W., mengartikan perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebihâ€. Perjanjian dapat dibuat dalam suatu akta baik akta di bawah tangan maupun akta otentik, dan bahkan dibuat secara tidak tertulis yang didasarkan atas kesepakatan antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut.
Permasalahan
Perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang sesuai dengan ketentuan pasal 1338 B.W., yang menentukan bahwa â€semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnyaâ€. Hal ini berarti bahwa dalam perjanjian hanya menekankan pada terpenuhinya syarat perjanjian sebagaimana pasal 1320 B.W. Namun dalam perjanjian kerjasama antar perusahaan ini tidak jarang terjadi suatu permasalahan yang semula tidak terpikirkan, terutama bagi pihak yang menandatangani perjanjian maupun operasional di lapangan.
Simpulan bahasan
Perjanjian yang demikian ini terjadi antara Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) Petrokimia Gresik perusahaan yang berkedudukan di
Jalan Jenderal Akhmad Yani, Gresik yang bergerak di bidang Pupuk dengan PT Bhanda Ghara Reksa, berkedudukan di Jalan Kali Besar Timur No. 57 Jakarta. Hubungan hukum tersebut dituang kan dalam Perjanjian Antara PT Petrokimia Gresik dengan PT Bhanda Ghara Reksa tentang Sewa Menyewa dan Pengelolaan Gudang Milik PT Petrokimia Gresik.
PT Bhanda Ghara Reksa sebagai pengelola gudang. Pengelola gudang tersebut maksudnya yaitu serangkaian kegiatan yang meliputi pembongkaran, penyimpanan, pemuatan, rebaging (jika diperlukan), administrasi dan pengamanan pupuk di gudang. Di dalam perjanjian pengelolaan barang tersebut tercantum pula mengenai sanksi dan ganti kerugian. Di antaranya adanya larangan ngepok tanpa izin tertulis dari PT Petrokimia Gresik, menjadi perantara penjualan Delivery Order, selanjutnya disingkat DO milik distributor/ pembeli, larangan menggunakan gancu dalam pengelolaan pupuk dan pengurangan/penyulingan terhadap isi pupuk.
Mengenai pengelolaan pupuk di gudang dibebankan kepada Kepala Gudang sebagai pekerja PT Bhanda Ghara Reksa. Hal yang sering terjadi adalah pembongkaran menggunakan gancu, menjadi perantara penjualan Delivery Order, yang tentunya melanggar perjanjian. Padahal jika dikaitkan dengan kepala gudang sebagai pekerja pada PT Bhanda Ghara Reksa, sehingga termasuk orang-orang yang menjadi tanggungan dari PT Bhanda Ghara Reksa.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang dipermasalahkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hukum perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang diatur dalam Hukum Perdata ?
2. Bagaimana keseimbangan kedudukan para pihak dalam perjanjian baku sewa menyewa dan pengelolaan gudang ?
Berhubungan dengan sewa menyewa dan pengelolaan gudang antara PT Petrokimia Gresik dengan PT Bhanda Ghara Reksa dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang tidak diatur dalam KUH Perdata, sehingga termasuk perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang termasuk perjanjian tidak bernama. Perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang tersebut karena asas kebebasan berkontrak sebagaimana Buku III KUH Perdata tentang Perikatan. Perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang milik PT Petrokimia tersebut dibuat secara baku, maksudnya klausulanya sudah dibakukan.
b. Perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang antara PT Petrokimia dengan PT Bhanda Ghara dibuat secara baku, sehingga tidak ada pilihan lain bagi PT Bhanda Ghara Reksa untuk tidak memberikan kesepakatan atas isi klausula perjanjian tersebut. Padahal terdapat klausula mengenai sanksi ganti kerugian sebagaimana pasal 9 memberatkan PT Bhanda Ghara Reksa, karena klausula ganti kerugian tersebut pihak PT Bhanda Ghara Reksa tidak ada tawar menawar. Kondisi yang demikian ini tidak lepas dari perbedaan posisi, sehingga tidak ada keseimbangan kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa dan di pengelolaan gudang, menempatkan posisi PT Petrokimia Gresik pada posisi ekonomi yang lebih tinggi.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut:
a. Meskipun perjanjian sewa menyewa diatur dalam Hukum Perdata atau sebagai perjanjian bernama dan untuk pengelolaan gudang hanya sebagai
b. Perjanjian yang didasarkan kesepakatan para pihak, maka hendaknya dalam perjanjian tersebut dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang kepatutan dan kebiasaan, agar tidak merugikan salah satu pihak.
c. Hendaknya PT Bhanda Ghara Reksa mengajukan keberatan kepada PT Petrokimia Gresik atas klausula yang memberatkan khususnya mengenai pemuatan dengan cara ngepok, karena jelas-jelas merugikan PT Bhanda Ghara Reksa, agar terjadi keseimbangan kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa dan pengelolaan gudang milik PT Petrokimia Gresik